Hari Pendidikan Nasional, Pakar Jelaskan Beda Generasi Milenial dan Pendidikan Zaman Now

DI Hari Pendidikan Nasional ini, menjadi refleksi kita semua bagaimana bangsa berpendidikan. Apakah sudah mendapatkannya semua, bagaimana pendidikan diterapkan di sekolah dan lingkungan, hingga perubahan apa yang sudah terjadi sampai sekarang.
Menjadi tugas kita semua agar memastikan setiap anak mendapatkan hak bersekolah dan membimbing mereka untuk bisa jadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Tentu bukan tugas yang mudah, tapi dengan tekad yang kuat dan pemahaman yang mendalam mengenai masalah ini, mimpi untuk membuat Indonesia hebat bukan isapan jempol.
Pada Okezone, di momen Hari Pendidikan Nasional, Pakar Pendidikan Itje Chodijah coba memberikan pernyataannya mengenai pendidikan zaman now dan generasi milenial. Menurut dia, sekarang ini bukan lagi waktunya sekolah memberikan informasi, tetapi mengolah informasi dan membuat murid mampu menganalisa informasi tersebut dengan tepat.
Tidak bisa dipungkiri, di era teknologi seperti ini anak sekolah sudah bisa mengakses informasi dari ponsel genggamnya. Informasi yang membludak ini pun sudah sangat mudah diakses dan di situlah peran sekolah ditempatkan.
"Sekolah, guru dalam hal ini, mesti sadar kalau informasi sudah sangat mudah diterima sekarang ini melalui teknologi atau ponsel pintar setiap anak. Ini tidak bisa dihindari, tapi bagaimana guru mengarahkan anak mengelola informasi menjadi tugas guru zaman now," terang Itje melalui sambungan telepon pada Okezone.
Itje coba menyampaikan 5 poin penting bagaimana menciptakan generasi milenial yang berkualitas dengan pendidikan zaman now yang juga mulai berubah. Berikur penjelasannya
1. Mengolah informasi
Seperti telah disampaikan di atas, Itje yakin betul kalau sekarang ini informasi sudah mudah diterima. Kemajuan teknologi memudahkan anak di sekolah untuk mendapatkan informasi. Makanya, sekarang ini guru bukan laghi bertugas memberikan informasi dan mengajak anak untuk menghafal ilmunya.
"Guru sekarang itu mengajak anak untuk mengolah informasi yang sangat banyak dan dengan begitu, anak bisa menciptakan informasinya sendiri," ungkap Itje.
Dengan informasi yang sudah mudah diakses, guru juga harus bisa mengajak anak berpikir kritis. Mana informasi yang benar dan mana yang salah, si anak yang kemudian menyimpulkannya. Guru bertugas untuk membimbing mereka.
"Kenapa kamu baca buku ini? Apa untung yang kamu dapatkan? Ketika dipraktikan hal seperti ini, anak akan bisa mengolah informasi dan bahkan anak bisa menyampaikannya ke orang lain," sambungnya.
2. Berpikir kreatif
Setelah anak generasi zaman now bisa mengolah informasi, waktunya mereka untuk diajak berpikir kreatif. Ini tentunya bisa muncul ketika sikap kritis sudah dibangun sebagai fondasi utamanya. Berpikir kreatif sangat penting agar sikap kritis yang ada di diri si anak dapat tersampaikan dengan baik dan benar.
"Guru mesti bisa mengarahkan anak untuk berpikir metakognisi. Jadi, ketika si anak melakukan apa yang menjadi informasinya, dia bisa berpikir apakah ini salah atau benar. Dengan begitu, sikap si anak akan ditentukan oleh dirinya sendiri," terang Itje.
3. Diajak berkolaborasi
Kemudian, dengan sudah terbangunnya metakognisi pada anak, mereka akan mengenali jalan keluar sesuai dengan pemahamannya sendiri. Dan dengan begitu, si anak akan sadar kalau dirinya ini bukan lagi menganggap lawan menjadi sesuatu hal yang mesti ditindas. Tetapi, lawan adalah teman berkolaborasi.
Itje menyatakan, anak sekarang perlu dilatih berkolaborasi bukan lagi berkompetisi. Sadar atau tidak, sebetulnya ini sudah dilakukan banyak pihak. Contohnya saja ponsel. Sudah tidak bisa lagi produk A mengaku lebih canggih dibanding produk B.
Tapi, yang menjadi catatan sekarang adalah dengan kemampuan masing-masing, kemudian menciptakan kultur atau budaya saling melengkapi dan ini akan membuat sesuatu lebih besar lagi.
"Kalau ingin bisa berkolaborasi dengan baik, si anak tentunya mesti bisa berkomunikasi dengan baik. Sebab, komunikasi yang baik adalah fondasi dari bagaimana kolaborasi yang hebat terbangun. Anak diajarkan juga untuk tidak mudah tersinggung dan memahami cara berkomunikasi orang lain agar tidak terjadi perpecahan demi kolaborasi yang baik," papar Itje
 4.Membangun motivasi
Motivasi menjadi penting di era seperti sekarang ini. Anak murid mesti diajak untuk sadar apa yang mereka inginkan dan guru mampu mengarahkan ke mimpinya. Guru juga diharapkan melek akan teknologi agar harapan si anak bisa diarahkan dengan tepat.
"Sebagai guru, Anda mesti memunculkan contoh nyata dari ilmu yang diajarkan. Ini berguna agar siswa bisa membayangkan dengan pasti ilmu yang Anda berikan. Motivasi di sini juga diharapkan bisa menjadi pendorong semnagat si anak untuk bisa memikirkan apa yang menjadi impiannya dan ini bisa dia sadari sendiri," ucapnya.
5. Belajar Menerima kegagalan
Dari semua itu, sikap yang terakhir ini penting untuk dimiliki anak zaman sekarang. Itje menuturkan, dirinya banyak menerima informasi kalau anak zaman sekarang yang baru memulai berkarier akan sangat mudah tersinggung dan sakit hati.
"Padahal, bosnya baru berbicara ke dia, belum memarahinya, tapi pekerja muda ini langsung ngajuin resign. Ini kan fakta miris, makanya pendidik punya tanggung jawab untuk mengajarkan anak menerima kegagalan. Sebab, bagaimana pun dalam hidup ini akan ada kegagalan dan keberhasilan<" tambahnya.
Orangtua juga mesti sadar kalau si anak jangan hanya diberi keindahan duniawi. Mereka juga mesti tahu yang namanya gagal agar mereka ini bisa belajar dari pengalamannya dan dengan begitu, dia bisa jadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
"Ketahanan untuk menerima kegagalan pada generasi zaman now itu rendah banget. Makanya, mereka mesti sadar kalau di hidup ini ada yang namanya sukses dan gagal. Dengan begitu, guru sudah sepatutnya peduli pada muridnya dan memberikan pemahaman mengenai hal ini dengan bijak," pungkas Itje.


Share:

Arsip Blog

Recent Posts